Di dalam bisnis, sangat penting untuk mengantisipasi berbagai keadaan, termasuk ketika stok barang habis di saat permintaan tinggi atau juga dikenal dengan backorder.
Dampak dari kondisi ini tidak boleh disepelekan karena bisa membuat konsumen kita pergi ke kompetitor. Lantas, bagaimana tips untuk mencegah terjadinya hal tersebut?
Simak selengkapnya di artikel RedERP berikut, ya!
Apa itu Backorder?
Backorder adalah kondisi ketika perusahaan kehabisan stok barang dan tidak bisa memenuhi permintaan dari konsumen.
Meski begitu, perusahaan akan tetap melakukan proses pengiriman barang kepada konsumen, jika stok sudah kembali tersedia.
Kondisi ini merupakan tanda bahwa permintaan produk tidak seimbang dengan ketersediaan barang yang ada. Jika terus terjadi, tentunya perusahaan berpeluang tinggi kehilangan loyalitas para pelanggannya.
Perbedaan Backorder dengan Out of Stock
Walaupun sering digunakan, istilah out of stock ternyata cenderung lebih familiar terutama di kalangan pelanggan dibandingkan backorder. Jadi, apa perbedaan kedua istilah tersebut?
Keduanya pada dasarnya memiliki makna yang serupa, yakni kondisi terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah permintaan oleh konsumen dengan stok yang ada, sehingga menyebabkan kekosongan barang.
Hal yang membedakannya adalah, situasi backorder masih memungkinkan pelanggan melakukan pemesanan, meski pengiriman barang mengalami keterlambatan.
Berbeda dengan out of stock, dimana pelanggan tidak bisa melakukan proses pemesanan karena persediaan barang habis dan ketersediaannya kembali tidak dapat terjamin.
Baca Juga: Mengenal Apa itu Bullwhip Effect
Penyebab Backorder
Situasi backorder dapat dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari sisi internal hingga eksternal. Berikut beberapa penyebab terjadinya situasi tersebut:
1. Safety Stock Rendah
Dalam suatu perusahaan, terdapat safety stock atau biasa disebut stok aman. Ini merupakan suatu upaya menyimpan barang untuk persediaan darurat atau masalah supply chain.
Apabila perhitungan tidak dilakukan secara akurat dan tepat, tentunya akan meningkatkan terjadinya permasalahan supply chain di masa mendatang.
Rendahnya stok barang aman termasuk dalam kategori pemicu internal terjadinya backorder.
2. Angka Permintaan yang Meningkat Drastis
Angka permintaan konsumen yang meningkat drastis tidak seperti biasanya menjadi pemicu dari sisi eksternal. Umumnya, situasi ini terjadi pada momen-momen tertentu, misalnya hari raya keagamaan dan liburan panjang.
3. Kondisi Cuaca Ekstrem atau Hal Tidak Terduga Lainnya
Kondisi cuaca ekstrem atau hal tidak terduga lainnya menjadi pemicu dari segi eksternal selanjutnya. Kedua hal tersebut tentu akan mengganggu proses distribusi antara pemasok dengan pihak perusahaan.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya keterlambatan dalam proses produksi hingga penyaluran barang kepada pihak konsumen.
4. Adanya Human Error
Selanjutnya dari faktor internal perusahaan, yaitu human error yang umum terjadi. Melakukan pelatihan atau pengecekan secara berkala terkait kinerja para karyawan, dapat menjadi cara untuk meminimalisir terjadinya human error di kemudian hari.
5. Kesalahan Sistem Manajemen Gudang
Faktor internal lainnya adalah adanya kesalahan sistem manajemen pergudangan perusahaan. Penting untuk memilih sistem manajemen gudang yang tepat dan berkualitas tinggi.
Hal ini untuk menjaga pengelolaan stok barang di gudang tetap aman dan terjaga ketersediaannya.
6. Permasalahan Pihak Pemasok atau Supplier
Faktor terakhir berasal dari sisi eksternal, yaitu adanya permasalahan di pihak pemasok atau supplier. Biasanya ini terjadi karena pemasok atau supplier kehabisan bahan baku atau menghentikan pengoperasiannya (tutup).
Hal yang wajib untuk menemukan pemasok alternatif lainnya, jika sewaktu-waktu main supplier perusahaan mengalami permasalahan seperti yang disebutkan di atas.
Ini bertujuan untuk menjaga efisiensi alur produksi dan distribusi perusahaan hingga sampai di tangan konsumen.
Baca Juga: Manfaat Manajemen Inventory untuk Keberlangsungan Bisnis
Tips Antisipasi Backorder
Efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan yang konsisten tentu akan semakin meminimalisir terjadinya backorder. Lalu, bagaimana caranya? Berikut 5 tips untuk mengantisipasi situasi tersebut.
1. Prioritaskan Barang Sesuai Kebutuhan Pelanggan
Penerapan safety stock yang baik adalah selalu mengedepankan kepentingan mayoritas pelanggan. Semakin selektif dan tepat suatu perusahaan dalam menentukan barang apa saja yang menjadi kebutuhan pelanggan saat itu.
Maka ketersediaan stok barang perusahaan akan terjaga, dan dipastikan akan semakin menjangkau loyalitas banyak pelanggan.
2. Lakukan Pelaporan Data Secara Real Time
Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan stok barang, perusahaan membutuhkan sistem manajemen inventaris yang mampu melaporkan data secara akurat dan real-time.
Sistem manajemen inventaris yang mendukung akan membantu perusahaan untuk melakukan restock barang tepat waktu, sehingga menurunkan risiko terjadinya keterlambatan penyaluran barang kepada para konsumen.
3. Selalu Sedia Safety Stock
Seperti yang sudah disebutkan di poin pertama, safety stock adalah upaya yang wajib dilakukan demi meminimalisir terjadinya backorder.
Sehingga perusahaan dapat memberikan pelayanan maksimal dan pengalaman berbelanja terbaik kepada pelanggan.
4. Konsisten Tinjau Data Penjualan
Setelah memastikan stok barang di gudang aman, langkah selanjutnya yang dapat dilakukan perusahaan adalah menganalisis data penjualan.
Tujuan adanya analisis data penjualan ialah untuk memelajari statistik waktu pemesanan dan produk yang diinginkan konsumen.
Atas peninjauan yang dilakukan, perusahaan dapat menentukan langkah berikutnya untuk menjaga ketersediaan barang bagi pelanggan di kemudian hari.
Sebagai contoh, jika data menunjukan tingkat permintaan produk A mengalami peningkatan saat musim hujan.
Maka perusahaan dapat mengambil langkah preventif, yakni melakukan safety stock produk A beberapa bulan sebelum musim hujan berikutnya terjadi.
5. Jangkau Lebih Banyak Pemasok
Langkah terakhir dan tidak kalah penting adalah memperluas kerja sama dengan lebih banyak supplier. Semakin luas koneksi pemasok yang dimiliki perusahaan, maka tingkat terjadinya backorder lebih rendah.
Meski begitu, perusahaan juga harus tepat memilih pemasok alternatif sesuai dengan poin-poin regulasi yang ada. Hal ini agar kedua belah pihak saling menguntungkan, sehingga kerja sama dapat berjalan baik.
Baca Juga: Rumus Menghitung Economic Order Quantity
Antisipasi Terjadinya Backorder dengan Software RedERP
Backorder merupakan kondisi saat perusahaan kehabisan stok barang dan tidak bisa memenuhi permintaan dari konsumen.
Walau demikian, perusahaan tetap melakukan proses pengiriman barang kepada konsumen, apabila stok sudah kembali tersedia.
Kekosongan barang yang terjadi secara terus menerus tentu akan berakibat fatal, mulai dari kehilangan loyalitas pelanggan hingga memengaruhi cash flow perusahaan.
Untuk itulah sebisa mungkin perusahaan harus dapat mengantipasi semua itu. Cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan data dan teknologi.
Dari adanya data yang tersentralisasi membuat perencanaan produksi dan stock lebih terpantau dan terkelola dengan baik.
Software ERP dari RedERP dapat mendukung langkah Anda dalam mengantisipasi permasalahan tersebut. Dengan sejumlah sistem yang tersedia, seperti software inventory, software purchase order, dan software POS.
Anda dapat memonitor inventaris secara real time, hingga melakukan proses pengadaan bahan baku hanya dengan satu klik saja.
Dengan Software ERP RedERP juga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan stok barang Anda hanya melalui satu perangkat lunak. Anda juga dapat memanfaatkan fitur reports & analysis di aplikasi POS RedERP. Fitur ini akan mempermudah menghasilkan laporan penjualan produk tertinggi hingga pola belanja pelanggan dengan praktis.
Alhasil, Anda akan dipermudah dalam menentukan strategi inventaris selanjutnya dalam upaya pencegahan terjadinya backorder di kemudian hari.